=====>> DPP PEMUDA DEMOKRAT INDONESIA <<=====

Minggu, 06 Maret 2011

Meletakkan Pancasila 1 Juni sebagai tolak ukur Pembasisan Ideologi PDI Perjuangan


Meletakkan Pancasila 1 Juni sebagai tolak ukur Pembasisan Ideologi
PDI Perjuangan

Pergerakan kita haruslah suatu pergerakan yang pada hakekatnya menuju suatu transformasi susunan sosial...pergerakan yang sadar dan radikal. Maka bilamana kita menghendaki perubahan yang begitu besar dibutuhkan suatu partai yang sadar dan radikal, suatu partai yang mendidik rakyat jelata kedalam kesadaran dan keradikalan. Kemenangan sudah bisa datang bilamana ada satu partai yang dengan gagah berani pandai memimpin dan membangkitkan bewuste massa aksi !
[ Soekarno, Menuju Indonesia Merdeka, 1933]



Mengingat dan merenungi kembali risalah Menuju Indonesia Merdeka yang ditulis oleh Bung Karno jauh tahun sebelum Indonesia merdeka, memberikan inspirasi bagi kita semua untuk membangun partai. Partai adalah satu-satunya alat perjuangan dalam membangun instrument transformatif dan revolutif dalam susunan masyarakat modern. Kelak dikemudian hari, seiring perkembangan sosial masyarakat Indonesia, tumbuh dan dewasanya partai nasionalis di Indonesia mengemban mandat ini untuk kemudian diterjemahkan dalam kerja-kerja pembasisan ideologi melalui program dan agenda aksi pendidikan politik rakyat jelata.

Ideologi belum berakhir
Ditengah membangun perjuangan rakyat ini, ideologi menjadi bintang penuntun bagi perubahan. Akan tetapi, dalam perkembangan yang mutakhir ini tidak banyak orang atau pemikir yang menempatkan ideologi masih relevan dalam perjuangan rakyat. Bahkan, perjalanan ideologi dalam perubahan sosial oleh banyak pemikir di barat telah menemui sebuah fase akhir dengan runtuhnya ideologi-ideologi besar [the end of ideology] dan penerimaan ketunggalan gagasan serta penyebaran kapitalisme di dunia sebagai pemenang. Ide ini juga dianggap mendapatkan justifikasi historis dari runtuhnya Soviet, robohnya tembok Berlin, serta kebangkitan China sebagai negara kapitalis di Asia. Mereka mendaku pengakuan tunggal ini sebagai kemenangan kapitalisme. Era pasca 1990-an dan menapak awal abad ke-21 menjadi momentum penanda berakhirnya perang ideologi kapitalisme versus komunisme. Tidak bisa disanggah bahwa kontestasi dua ideologi ini juga membelah dunia secara diametral dalam lapak kapitalisme dan lapak komunisme. Ditengah fenomena itu, mereka menyanjung bahwa kapitalisme sebagai ideologi telah sukses meraih simpati zaman.

Akan tetapi, pemikiran yang muncul belakangan itu sangat diskriminatif. Era Abad 20-21 justru menjadi penanda bagi lahirnya negara bangsa. Terang bahwa pemikiran barat diatas tidak menghitung tumbuhnya negara-bangsa baru [the new emerging forces] di belahan Asia-Afrika dan Amerika Latin sebagai blok baru dalam tata dunia baru. Kawasan muda dengan semangat baru ini lahir salah satunya dimotori oleh Indonesia. Praktis semenjak Konferensi Asia-Afrika di gelar di Bandung pada bulan April 1955 semangat yang menggelora telah menyebar untuk mendukung kemerdekaan di kawasan Asia-Afrika dan Amerika latin.

Pergulatan ideologi ditengah perkembangan negara bangsa yang lahir pasca kolonial belakangan ini, lebih mendapatkan perhatian orang karena jiwa kemerdekaan yang diembannya. Pergulatan ideologi yang Eropa-Sentris itu terlalu sederhana untuk menilai milyard-an manusia yang telah bergulat untuk mencari keadilan dan melawan tidak kurang dari 10% penduduk dunia yang duduk dalam piramida elit ekonomi-politik dunia. Bagi negara-bangsa, pengorganisasian ideologi mendapatkan tempat yang sahih dalam merajut format hubungan antara negara dan bangsa. Dalam komponen ini ideologi kembali menempatkan diri sebagai lem atau perekat sosial dalam pluralitas hubungan antar masyarakat. Lebih dalam dari ini, Bung Karno telah melakukan penggalian masyarakat indonesia untuk menemukelani ideologi yang terpendam di dalam masyarakat Indonesia. Sebagai contoh Marhaenisme maupun Pancasila lahir dari bumi Indonesia ini sebagai artikulasi pembelaan terhadap rakyat yang selama berabad-abad silam hidup dalam ketidakpastian, penindasan dan penghisapan oleh regime penguasa. Belakangan, ide pembebasan nasionalnya dari tafsir Pancasila ini dan kemudian ditawarkan keluar oleh Bung Karno, penggali pancasila 1 Juni 1945, dalam sidang umum PBB  tahun 1960 sebagai tata nilai baru menggantikan kontestasi komunisme versus kapitalisme maupun dominasi kapitalisme. Ini adalah tawaran praksis pancasila 1 Juni 1945 ke dunia.

Tidak hanya diplomasi pemikiran ke luar negeri, ide Pancasila yang dirumuskan oleh Bung Karno telah terbukti menjadi jembatan sosial bagi kehirauan ragam pengelompokan politik di Indonesia. Taruh saja semisal, diametral pengelompokan politik di Indonesia dari pra-penyusunan dasar negara di tahun 1945 setelah proklamasi 17 Agustus 1945 sampai dengan dewasa ini ditenggarai dengan ko-eksistensi dua kubu politik yakni Nasionalis dan Islam. Pengelompokan politik ini terepresentasi dalam Team panitia 8 yang dimandatkan BPUPKI pada bulan Juni 1945 untuk menyusun dasar negara. Saat itu panitia 8 terdiri atas Soekarno, Hatta, Yamin, AA Maramis, Otto Iskandar Dinata, Sutardjo Kartohadikusumo [representasi golongan Nasionalis: 6] serta Ki Bagus Hadikoesoemo dan KH Wachid Hasyim [representasi golongan Islam : 2]. Susunan yang tidak berimbang ini kemudian di rombak oleh Bung Karno atas inisiatif pribadi untuk merespon kondisi darurat dalam kecamuk perang Asia-Pasifik. Re-formulasi Bung Karno ini kemudian dikenal dengan sebutan team 9 yang terdiri dari; Soekarno, Hatta, Yamin, Maramis, Ahmad Seobardjo [representasi golongan Nasionalis : 5] serta Agoes Salim, Kahar Muzakir, Abikoesno Cokrosoeyoso dan Wachid Hasyim [representasi golongan Islam : 4]. [ Kongres Pancasila, UGM, Juni 2009]. Dari segi komposi ini generasi berikutnya dapat menilai bahwa pondasi negara perlu merepresentasikan dengan cermat golongan yang berjasa bagi kemerdekaan Indonesia dan sekaligus penilaian bahwa adalah jasa Bung Karno yang telah membuat perbandingan golongan Nasionalis dan Islam secara lebih berimbang dalam memikirkan hal-hal yang strategis. Sudah menjadi watak bagi golongan Nasionalis, bahwa keputusan-keputusan strategis seperti ini semestinya merepresentasikan mereka yang benar-benar bekerja bagi Indonesia. Watak ini tidak hanya dialamatkan bagi negara ini, termasuk bagi partai.

Andai saja banyak gugatan tentang Pancasila maka sumbangan terbesar justru dari dalam regime politik Soeharto. Orde Baru adalah penghapusan jejak sekaligus pengintepretasian Pancasila dalam artian yang lebih sempit. Ia menaruhnya bak barang yang dipenjara sehingga masyarakat tidak boleh lagi menengoknya, terutamanya adalah pendukung Soekarno. Taruh saja fenomena ini muncul dalam gerakan de-soekarnoisasi mulai dari penghapusan “siapa penggali pancasila”, penghancuran gerakan sosial atas nama ketidaksetiaan gerakan maupun partai politik di Indonesia terhadap pancasila versi Orde baru, sampai dengan penggunaan pancasila sekedar sebagai bunyi-bunyian belaka. Walaupun demikian, rakyat ternyata menilai bahwa Orde Baru tidak cukup berhasil. Konfirmasi ini marilah kita lihat dari salah satu hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas [30/9/2008]. Seiring dengan 10 tahun setelah reformasi ini berjalan, responden jajak pendapat ini menunjukkan bahwa; [a] 96,6% responden menyatakan Pancasila haruslah dipertahankan sebagai dasar negara, [b] 92,1%, responden menegaskan bahwa pancasila sebagai landasan terbaik bangsa dan [c] 55% responden meragukan keseriusan pemerintah dalam menerapkan pancasila dalam kehidupan bermasyarakat terutama untuk menjawab kondisi sosial dan ekonomi. Sebagian gambaran ini jelas menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Indonesia justru memakai pancasila sebagai alat ukur menilai kebijakan. Secara arif juga bisa dinyatakan bahwa rakyat Indonesia masih loyalis Pancasila dan justru elit kebijakan negeri ini gagal memahami Pancasila.

Manakala Pancasila 1 Juni diterapkan sebagai asas dan ideologi PDI Perjuangan maka secara tegas partai ini menempatkan diri dalam nilai perjuangan rakyat Marhaen. Bagaimanakah kemudian PDI Perjuangan meletakkan ideologinya sebagai alat ukur dalam kerja partai ?

Pancasila 1 Juni Sebagai Tolak Ukur Kerja PDI Perjuangan
Masih lekat dalam benak rakyat Indonesia bahwa penggalian Pancasila oleh Bung Karno menstrukturkan nilai-nilai fundamental yang hidup ditengah jiwa dan rasa rakyat Indonesia. Kelima prinsip dasar ini adalah [1] Kebangsaan Indonesia, yang menjadi sintesis dari perkembangan komunitas persukuan dalam satuan geopolitik. Persamaan riwayat, sejarah dan perhitungan geopolitik menjadi pondasi identitas kebangsaan Indonesia. Kelak dikemudian hari, seluruh kebijakan Indonesia termasuk sistem politik Indonesia akan dibaca ulang apakah mampu merepresentasikan kewarganegaraan. Sejauh ini kebijakan diskriminasi tentang hak warga untuk mendapatkan identitas bahkan persamaan hak sebagai sesama warganegara masih diperjuangkan oleh sebagian besar rakyat indonesia yang di stigma karena kekerasan masa lalu [tragedi kemanusiaan 1965 yang menimpa barisan pendukung Soekarno, Petrus, Peristiwa Talangsari, maupun akibat bagi mereka yang mengaku menyebarkan agama lokal dan tradisi lokal]. Sejarah bagi mereka, rakyat Indonesia yang dipinggirkan oleh kekuasaan wajib untuk mendapatkan pembelaan oleh PDI Perjuangan.

[2] Internasionalisme,  -  atau peri-kemanusiaan. Secara prinsipil, kebangsaan juga meletakkan perhargaan dan rekognisi terhadap status, hak dan identitas sebagai manusia dan bangsa. Persamaan dan hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan prinsip dasar kemerdekaan baik individu maupun sebagai bangsa. Dengan demikian, eksistensi penjajahan bangsa atas bangsa atau eksploitasi manusia diharamkan hadir dalam hubungan intra dan inter negara-bangsa.

[3] Mufakat atau demokrasi, yang meletakkan demokrasi representasi. Dalam artian ini demokrasi adalah bagi representasi rakyat. Demokrasi dan permufakatan adalah mekanisme yang fair sehingga rakyat merasa terwakili. Dalam hal ini sebuah ironi demokrasi Indonesia direduksi menjadi demokrasi prosedural. Disini PDI Perjuangan mengembang amanat rakyat untuk mewujudkan mekanisme demokrasi yang memenuhi rasa keadilan.

[4] Kesejahteraan sosial, demokrasi ekonomi dan demokrasi politik. Hampir dalam empat dasa warsa terakhir ini demokrasi ekonomi cenderung direduksi dan di ingkari oleh kebijakan negara. Dalam tataran kebijakan negara ini, demokrasi ekonomi dan demokrasi politik belum sepenuhnya diletakkan oleh para perumus dan pelaksana kebijakan ekonomi, politik dan sosial di negeri ini sebagai Ambil contoh semisal kebijakan hutang luar negeri Indonesia, kebijakan perdagangan bebas ASEAN-China, kebijakan import kedelai, otomotive, import sapi, pengaturan  perdagangan obat dan alat kesehatan, pakan ternak rakyat, kebijakan sumber daya air , sistem perkoperasian Indonesia, dll. Sungguh menyedihkan rasa keadilan dalam ukuran yang sederhana saja dilanggar. Dalam situasi ini, partai diharapkan menjadi tambatan sosial, ekonomi dan politik bagi kebuntuan ini. Dan [5] Ketuhanan yang berkebudayaan. Kebhinekaan sebagai rahmat illahi merupakan energi sosial dalam membangun kebudayaan nasional. Semangat Ketuhanan adalah semangat pembebasan yang dimanapun agama mengajar kepada kita semua anti penindasan. Tidak pernah ada dalam kitab suci manapun yang membiarkan umat beragama senantiasa hidup dalam kesengsaraan.

Dalam nafas yang demikian sudah barang tentu PDI Perjuangan secara cermat semestinya mengikuti tradisi yang telah di wariskan oleh Bung Karno untuk mampu mengejawantahkan harapan-harapan rakyat untuk menuju pemenuhan rasa keadilan. Ditengah harapan ini Kongres PDI Perjuangan diharapkan mampu mengaktualisasi realisasi lima dasar ini untuk menjadi sandaran bagi harapan-harapan keadilan sosial rakyat, mengkritisi kebijakan negara sembari menata organisasinya. Kebutuhan untuk merespon cepat pembasisan ideologi dan penataan organisasi sangatlah pokok sebagai penanda bahwa PDI Perjuangan mulai belajar dari kekalahan demi kekalahan yang menimpa partai. Kekalahan PDI Perjuangan adalah juga kekalahan posisi rakyat.

dan perjuangan adalah pelaksanaan dari kata-kata..

Endro S Yahman
Sekretaris Jenderal DPP Pemuda Demokrat Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar